Rabu, 15 Juli 2009

KORUPSI DALAM PERSPEKTIF FIQH ISLAM


oleh:
Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA

بسم الله الرحمن الرحيم
I

Allah SWT berfirman:
وأتو اليتمى اموالهم ولا تتبدلواالخبيث باالطيب ولا تاْكلوا اْموالهم إلى أموالكم إنه كان حوبا كبيرا

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.

Albaqarah, 188
ولا تاْ كلوا اْموالكم بينكم باالباطل و تدلوا بها إلى الحكام لتاْ كلوا فريقا من أموال الناس بالإثم وأنتم تعلمون 
( البقرة: 188)

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.

Annisaa. 29
يأيها الذين أمنوا لا تاْكلوا أموالكم بينكم با لباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.


II

Korupsi atau pencurian uang negara dan rakyat di negara kita, Indonesia, baik yang dilakukan secara terang-terangan atau terselubung tetap saja berlangsung dan terus menjadi-jadi

Akibatnya sangat merugikan bangsa dan ne gara. Rakyat jadi miskin, negara hampir bangkrut. Kekayaan dan asset negara terkuras dan terga-daikan. Padahal Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, Bukankah Islam mengharamkan harta yang diperoleh melalui cara-cara yang terlarang melalui ayat-ayat Al-Quran, Hadits, Ijma' dan Qiyas. Sebagiannya adalah ayat-ayat tersebut di atas? Lalu di mana posisi korupsi?

III


Meneliti pengertian yang telah digariskan dalam aturan perundang undangan Indonesia dan juga difinisi yang telah diangkat Waled Hasanul Basri dalam makalah manumentalnya tentang korupsi, maka kita menemukan Korupsi mengan-dung makna al-ghuluul, al-khiyaanah, ar-risywah dan an-nahbu , sariqah dan al-ikhtilaas,

Meskipun demikian dalam Undang-Undang negara yang menerapkan hukum Islam, seperti Mesir menggunakan istilah Ikhtilas, 
والاختلاس لغة سلب الشيء بسرعة وسرية و أما في اصطلاح القانون الجزائي فهو الاستيلاء على المال من قبل موظف يضع يده عليه. ورغم ان الاختلاس في صورته لا يخرج عن كونه سرقة الا ان بينه وبين السرقة اختلافا في العناصر والاركان. فالسرقة هي اخذ مال الغير منقول دون رضاه. اما الاختلاس فهو الاستيلاء على المال العام من قبل من اوكل اليه امر ادارته او جبايته او صيانته . 

Sebagaimana sama dimaklumi, bahwa mengkaji sesuatu masalah, menurut disiplin ilmu fiqh haruslah dibahas terlebih dahulu hakikat masalah, yaitu: definisi, hukum, rukun dan syarat dan jenis-jenisnyanya, ditambah hikmah pensyariatan atau pelaranganya.

Jenis-jenis korupsi akan memandu pengkaji kepada dalil yang tepat digunakan untuk mengistinbathkan hukum bagi masing-masing jenisnya. 

Rukun dan Syarat korupsi antara lain :
1. Perbuatan korupsi; yaitu menguasai barang itu untuk memilikinya dengan salah satu cara yang kita identifikasi di atas. Sehingga sanksinya nanti dapat disesuaikan.
2. Pelakunya, yaitu pegawai atau karyawan atau-pun orang yang berkaitan dengan harta aset milik negara. Pelakunya harus baaligh, aqil, rasyiid, mukhtaar dan lain-lainnya.
3. Barang yang dikorupsi, yaitu harta benda milik negara atau akan menjadi milik negara pengurusannya dipercayakan padanya.
4. Niat korupsi, yaitu sengaja melakukan perbuatan itu untuk memiliki barang korupsi itu.

Sanksi atas pelaku korupsi:
1. Pengembalian uang hasil korupsi tidak menggugurkan hukuman, karena tuntutan hukuman merupakan hak Allah SWT.sementara pengembalian uang korupsi kepada negara merupakan hak masyarakat .
2. Hukuman yang layak untuk koruptor adalah berkisar antara potong tangan hingga hukuman mati , sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan. Namun menurut Lembaga Riset Al-Azhar Cairo, Mesir, dalam fatwanya menyatakan bahwa korupsi dalam bentuk seperti sekarang ini secara umum tidak termasuk ke dalam hudud ataupun qishash, karena itu, sanksi atas kejahatan tersebut adalah takzir, yang sepenuhnya diserahkan kepada hakim (waliyyul amri) untuk menentukan sanksi yang sepantasnya. 

Demikian, sebagai pengantar, semoga ada manfa-atnya, Amiin.

Foto dengan Penasehat KPK

Foto dengan Penasehat KPK